Caption Gambar:
JAKARTATODAY.COM, JAKARTA - Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat mencecar sejumlah saksi demi mengungkapkan dugaan pungli yang dilakukan para terdakwa yang tak lain pengurus RT dan RW Komplek Permata Buana.
Dalam sidang lanjutan dugaan perkara kasus pemerasan, pencemaran Undang-Undang ITE, dan memanfaatkan kekuasaan. Hakim mendengarkan empat kesaksian, yaitu Lurah Kembangan Utara Rudi Hariyanto, Bendahara RW 11 Rudi, Sekretaris RW 11 Ganda, dan tetangga Candy dan Johan bernama Andreas.
Dihadapan Majelis Hakim, Lurah Rudi menyebut bila RT 07 dan RW 11 ekslusif. Ia pun mengakui sulit berkoordinasi dengan mereka, termasuk saat diundang datang ke kantor Lurah.
“Bahkan bila dibandingkan RW lainnya, hanya mereka yang terkesan sulit koordinasi,” kata Rudi dalam kesaksiaannya di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Rabu (30/8/2023).
Rudi menuturkan terhadap konflik antara Candy dan Johan dengan pengurus RT/RW di wilayahnya. Dirinya mengatakan telah berupaya memediasi beberapa kali, tidak hanya dari instansi kelurahan tapi juga dari Citata, PTSP, dan Pemkot Jakarta Barat. Upaya itu selalu gagal dan menemui jalan buntu.
Bahkan Lurah sendiri merasa heran dengan adanya beban deposito yang ditetapkan pengurus RT/RW terhadap rumah warga yang direnovasi. Pasalnya alasan untuk membersihkan jalanan yang rusak karena proses pembangunan tidak masuk akal.
“Soalnya proses perbaikan jalan sepenuhnya milik pemda. Mengingat itu jalan sudah diserahkan ke Pemda dan menjadi kewajiban kami,” katanya sembari menegaskan segala proses renovasi setelah keluar IMB tidak perlu ada izin lagi.
Selain menghadirkan Lurah, sidang lanjutan juga menghadirkan Bendahara RW 11 Rudi, Sekretaris RW 11 Ganda, dan tetangga Candy dan Johan bernama Andreas yang menjadi pemicu konflik ini.
Dihadapan Hakim, Rudi mengaku tidak mengetahui bila adanya uang operasional sebesar Rp5 juta yang diberikan Pemprov DKI sebagaimana Pergub. Ia mengakui tidak pernah mendapatkan informasi itu dari Ketua RW 11 Hendra Santoso.
Selain itu dalam kesaksian, Rudi menjelaskan beban biaya sebesar Rp5 dan 10 juta yang dibebankan kepada warga tergantung dari lokasi Kavling.
“Untuk cluster dalam Rp5 juta. Pinggir jalan Rp10 juta,” jelas Rudi.
Pernyataan Rudi berbeda dengan pernyataan para saksi, terdakwa, hingga korban yang menyebutkan bila uang itu adalah deposito dan izin untuk renovasi setiap warga yang membangun rumah.
Sedangkan untuk pengeluaran, Rudi tidak bisa merinci pembayaran pendapatan IPL, deposito, hingga izin renovasi yang ditarik pengurus RT/RW.
Sementara Ganda, mantan Sekretaris RW 11 yang kini menjadi Ketua RW mengakui bahwa dirinya ikut menandatangani baliho yang kemudian menjadi barang bukti kasus ini.
“Semata-mata bentuk dukungan kepada pengurus,” kata Ganda sembari menjelaskan warga yang ingin renovasi rumah dan telah IMB wajib mengikuti aturan pengurus.
Disisi lain, Andreas yang menjadi pemicu kemudian tak menyangka bila kasus ini berbuntut panjang. Ia pun menegaskan tidak tahu menahu soal kasus ini. Ia pun tak menampik bahwa kasus ini bermula dari dirinya.
“Saya protes soalnya renovasi mengganggu anak saya,” katanya.
Sementara itu, Kuasa Hukum para terdakwa Ari Fitria menjelaskan kliennya tidak bersikap diskriminatif terhadap Candy maupun Johan. Sebab aturan sama juga diberlakukan kepada semua warga yang ingin rumahnya di renovasi atau dibangun.
Selain itu, ia juga memaparkan bila pengurus RW menjalani segala kegiatannya secara mandir. Mereka kemudian memungut biaya dari warga untuk segala operasional, tidak terkecuali deposit dari rumah yang dibangun warga.
"Nantinya uang deposit akan dipotong bila terlihat ada kerusakan lingkungan dalam proses pembangunan. Dan ketika selesai dan masih ada sisa, maka uang itu akan dikembali melalui rekening," tutur Ari dikonfirmasi usai sidang.
Karena itulah, Ari menuturkan bila pengurus RW ini tidak ambil pusing mengenai uang operasional di berikan Pemprov DKI. Baginya uang itu langsung di transferkan ke masing-masing RT untuk segala bentuk keperluan mulai dari foto copy hingga pembelian alat tulis kantor.
Seperti diketahui empat pengurus RT01 RW11 Komplek Permata Buana, Kembangan Jakarta Barat yaitu Benni Octafian Jacup, Satrio Budi Utomo, Amir Hasan, dan Hendra Santoso menjalani sidang sejak awal Agustus 2023 lalu. Mereka diduga melanggar pasal 368 ayat 2 KUHP atau kedua pasal 335 ayat 1 KUHP Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
(JAKARTA TODAY)
LEAVE A REPLY