
Caption Gambar:
JAKARTA - Co Founder Institute For Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi mengatakan bahwa saat ini dunia sedang mengalami guncangan besar yang bersifat struktural. Salah satu manifestasinya adalah perang tarif antara Amerika Serikat - Tiongkok.
Hal itu diungkapkan Khairul Fahmi dalam Podcast Bebas Bicara bertema “Mengurai Dampak Perang Tarif Dunia Terhadap Ekonomi Nasional” di akun Youtube On Point Media, Sabtu (19/4/2025).
“Tidak hanya melibatkan dua negara saja, namun melibatkan proksi-proksi dan berbagai instrumen lainnya, yang dapat menyebabkan terganggunya perdagangan global, tetapi juga berpotensi merombak arsitektur keamanan dan ekonomi internasional,” kata Fahmi.
Di sisi lain, kata Fahmi, Indonesia sedang dipaksa untuk memilih pihak atau menjadi bagian dari kekuatan tertentu. Sedangkan Indonesia adalah negara yang memiliki prinsip bebas aktif sebagai politik luar negeri, namun ternyata sikap netral tersebut tidak cukup, karena Indonesia diminta untuk bersikap proaktif dan mengambil langkah strategis.
“Kesalahan langkah sedikit bisa memberikan akibat fatal bagi posisi Indonesia. Hal ini bukan hal yang sepenuhnya mengejutkan, karena Presiden Prabowo Subianto telah memprediksi jauh sebelum menjabat sebagai Presiden, serta telah sering mengingatkan tentang kompleksitas tantangan global yang dihadapi Indonesia,” jelasnya.
Dalam masa transisi pemerintahan, perbedaan kebijakan adalah hal yang wajar, sehingga pelaku pasar memang membutuhkan waktu untuk membaca arah kebijakan baru, dan itu bisa menimbulkan gejolak. Sejauh ini, kebijakan pemerintah sebenarnya masih berada di jalur yang tepat. Namun, tantangannya bukan hanya soal substansi kebijakan tapi bagaimana kebijakan itu disosialisasikan dan dikomunikasikan ke publik sehingga bisa mengurangi kecemasan publik, terutama pelaku pasar.
Menurut Fahmi, pemerintah sudah menunjukkan langkah-langkah konkret, seperti mengirim tim negosisasi ke Amerika Serikat dan menjalin kerja sama dengan negara-negara lain. Hal ini sebagai upaya dalam mencari alternatif dukungan ekonomi. Selain itu tantangan tarif Donald Trump bisa menjadi keuntungan Indonesia, karena memiliki pasar besar, yang memungkinkan Indonesia membangun aliansi alternatif.
“Jika Indonesia bisa memanfaatkan peluang tersebut, Indonesia tidak hanya mendapatkan pasar, tetapi juga kolaborasi dan investasi dari negara lain,” ungkapnya.
Terkait polemik Indonesia bergabung dalam BRICS, banyak yang berpendapat bahwa manfaat ekonomi dari forum tersebut tidak terlangsung dirasakan. Namun, Presiden Prabowo sudah sejak awal menekankan bahwa hal tersebut merupakan langkah awal yang memberikan kesempatan Indonesia untuk berurusan dengan negara-negara lain, serta membuka peluang baru yang belum terlihat sebelumnya.
Terakhir, langkah-langkah yang diambil oleh Presiden Prabowo bertujuan untuk menjadikan ekonomi bukan hanya untuk meraih keuntungan, tetapi untuk melindungi masyarakat dan memperkuat ketahanan negara.
“Ekonomi harus menjadi bagian dari strategi keamanan nasional, agar kebijakan ekonomi tidak mengganggu stabilitas nasional. Namun, penting juga untuk memastikan kinerja menteri yang tidak menimbulkan kegaduhan,” ujarnya.
Sementara, mantan Koordinator Wartawan CNN se-Indonesia, Andi Anggana dalam podcast tersebut juga menyampaikan bahwa Indonesia menghadapi pelemahan rupiah yang mencapai Rp16.500 hingga hampir Rp17.000, dengan IHSG mengalami penundaan perdagangan akibat kekhawatiran investor terhadap perekonomian.
Secara geopolitik, Indonesia terjebak dalam ketegangan global, seperti konflik Rusia-Ukraina, ketegangan di Timur Tengah, dan perang dagang antara Amerika Serikat dan China yang dapat mengganggu ketahanan energi dan pangan.
“Posisi Indonesia yang memiliki hubungan baik dengan China dan Amerika Serikat menuntut respons hati-hati, meskipun sering dianggap lambat. Terlibat dalam organisasi internasional seperti G20 dan BRICS, Indonesia berpeluang menciptakan pasar baru dan meningkatkan hubungan saling menguntungkan,” terangnya.
Mantan Koordinator Pusat Ikatan Lembaga Mahasiswa Ilmu Budaya dan Sastra se-Indonesia, Muhammad Arsyi Haykal mengatakan, terjadinya perlambatan ekonomi global dan ketegangan geopolitik, seperti konflik di Timur Tengah dan perang Rusia-Ukraina, dapat berdampak pada Indonesia yang berada di kawasan Pasifik.
Selain itu, tarif resiprokal sebesar 32 persen yang dikenakan Amerika juga menjadi tantangan, meskipun ditangguhkan sementara oleh Donald Trump.
“Menghadapi kondisi ini, Indonesia perlu mengantisipasi dampaknya dan memanfaatkan peluang di pasar alternatif akibat tingginya tarif yang dikenakan pada mitra dagang AS. Di sisi lain, mengingat fragmentasi global, pemerintah perlu mengambil langkah strategis untuk mengamankan stabilitas dalam negeri dan mengedepankan kepentingan nasional,” terangnya.
LEAVE A REPLY