Home Hukum Anak Pensiunan Perwira Tinggi Polri Diduga Penipuan Jual Beli Ruko

Anak Pensiunan Perwira Tinggi Polri Diduga Penipuan Jual Beli Ruko

Dugaan Penipuan Jual Beli Ruko

SHARE
Anak Pensiunan Perwira Tinggi Polri Diduga Penipuan Jual Beli Ruko

Caption Gambar: Kuasa Hukum Harijanto di Bareskrim Polri

JAKARTA - Harijanto Latifah melaporkan anak pensiunan perwira tinggi Polri berinisial TR dan kantor Notaris MS dari atas dugaan pengikatan jual beli sebuah ruko di Pasar Minggu, Jakarta Selatan. 

 

Kuasa hukum Harijanto, Robin Siagian menjelaskan, proses pengikatan jual beli ada dua versi akta dan kliennya belum menerima pembayaran. 

 

"Sehingga kemudian klien kami bermaksud untuk membatalkan proses jual beli itu dengan membuat akta pembatalan tetapi ternyata akta pembatalannya dibuat 2 versi jadi kemudian klien kami melaporkan pihak notaris dan yang kami duga menyuruh notaris untuk membuat palsu dari kedua akta itu," kata Robin kepada wartawan di Bareskrim Polri, Selasa (22/11/2022) lalu.

 

Menurutnya, laporan yang dibuat tidak jalan dan keanehan yang terjadi justru di hentik oleh penyidik (SP3).

 

Ia menduga penghentian penyidikan itu ada kaitannya dengan mantan perwira tinggi yang merupakan orangtua dari terlapor.

 

"Pertama notaris, pihak pembeli. Nah pihak pembeli ini adalah anak seorang mantan petinggi Polri tapi ketika perkara ini transaksi terjadi masih menjabat, kami di sini menduga laporan kami tidak jalan sehingga di SP3 terkait dengan jabatan ayahnya," ucapnya. 

 

Oleh karena itu, pada pekan lalu ia datang ke Bareskrim Polri untuk menanyakan soal penghentian kasus yang dilaporkannya.

 

Robin melanjutkan, kliennya beberapa waktu lalu melaporkan kasus tersebut ke Polda Metro Jaya.

 

Kemudian laporannya di Limpahkan ke Polda Jawa Barat karena lokasi notaris berada di Cibinong, Jawa Barat.

 

Bahkan, kliennya sempat mendapat kriminalisasi dan dijadikan tersangka oleh Polda jawa Barat atas laporan yang dibuat oleh terlapor TR.

 

"Laporan dari TR itu, pemalsuan tanda tangan, padahal sejak awal sampai sekarang pak Harianto itu belum pernah beretemu sama si pembeli belum pernah ketemu sama sekali, jadi bagaimana mungkin kita bisa palsuin tanda tangannya. Itu yang perkara di Polda Jabar," tegasnya. 

 

Atas kasus itu, kliennya mengalami kerugiab sekira Rp 4 miliar sampai Rp 5 miliar.

 

Robin mengatakan, pihak terlapor sempat mengajukan gugatan perdata dan menang di pengadilan Jakarta Selatan, tapi di tingkat Mahkamah Agung dilakukan peninjauan kembali.

 

"Nah dilihat di sini kami melihat bahwa prosesnya tidak sesuai dengan sebenarnya karena pihak pak Haryanto ini belum menerima pembayaran tapi ternyata ada kwitansi yang dibuat nah pihak yang menerima kwitansi ini menerima uang ini yang menerbitkan kwitansi merasa tidak pernah menerima uangnya juga," tuturnya. 

 

"Mangkanya kita laporkan notarisnya ini nah didalam proses di pengadilan notaris yang kita laporkan ini ketika pembatalan sudah dipidana karena pemalsuan akta untuk yang akta pembatalan," sambungnya. 

 

"Tetapi untuk yang menyuruh membuat akta pembatalan tidak dilanjutkan. Akta pengikatan jual beli ini metodenya sama dengan akta pembatalan yaitu dibuat dalam dua versi nah untuk itu kami tanyakan di sini kenapa pemalsuan akta pembatalan lanjut, akta pengikatan jual beli tidak dilanjutkan," tuturnya lagi.