Caption Gambar:
JAKARTATODAY.CO.ID, JAKARTA - Upaya memberantas mafia tanah di Indonesia nyata belum tuntas. Selain menyasar tempat ibadah, mafia tanah juga menyasar keluarga miskin.
Bahkan disinyalir Mafia bekerjasama dengan oknum Badan Pertanahan Nasional (BPN). Hal itu terungkap usai seorang masyarakat, Munaroh (62) menjadi korbannya. Ia harus merelakan tanahnya yang beralamat di di Jalan Daan Mogot Nomor 170, RT 10/01, Kelurahan Kedoya Utara, Kebon Jeruk, Jakarta Barat bersengketa dengan PT BCS dan tengah proses pembangunan.
Kepada sejumlah wartawan, Munaroh menceritakan kisahnya dimulai ketika dirinya pendaftaraan kepemilikan tanahnya bernomor HP.01.01/4160-31.73/XII/2022 dibatalkan pihak BPN Jakarta Barat. Namun saat pembatalan itu, berkas penyerahan dirinya tak dikembalikan oleh petugas BPN.
“Saya sama sekali tidak pernah membatalkan itu, diberitahu soal pembatalan itu pun tidak pernah. Surat Jawaban itu baru kami terima setelah beberapa kali kami mempertanyakannya kepada BPN Jakarta Barat,” kata Munaroh saat ditemui di Kawasan Jakarta Barat, Rabu (9/8/2023).
Pihak BPN sendiri beralasan pengembalian ini karena adanya kasus. Padahal, lanjut Munaroh, semestinya BPN menolak tegas permohonan pendaftaran yang diajukan dan tidak mengeluarkan peta bidang tanah. Terlebih beberapa bulan setelahnya, pihak PT BCS memasang plang kepemilikan tanah terhadap bidang tanah milik mendiang sang ayah.
Disisi lain kondisi demikian kontras dengan perusahaan itu yang telah dipidanakan atas kasus pemalsuan Girik yang digunakan pada lelang tanah sebagai tindak lanjut atas laporan Bubung.
“Sekarang saya bingung kabarnya kok tanah saya malah mau dibangun. Saya tidak pernah menjual ke PT. BCS. Saya mempertanyakan kejelasan itu kepada BPN Jakarta Barat,” ungkapnya.
Kuasa Hukum ahli waris Mail Bin Saijan, Munaroh, dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Galang Kemajuan Indonesia, yaitu Pricilia, Budi Sutrisno, Andi Widjaja dan Iwan Chandra merasa tak habis pikir dengan sikap BPN Jakarta Barat yang tidak konsisten antara Surat Jawaban pertama dan kedua yang dikeluarkannya.
Dalam Surat Jawaban BPN Jakarta Barat yang pertama bernomor 8204/13-31.73.2019 Tanggal 23/9/2019 sebagai balasan Surat Munaroh Tanggal 14/8/2019, menyatakan peta bidang tanah tidak dapat dilanjutkan karena adanya Surat Perdamaian dan pencabutan peta bidang tanah. Padahal Munaroh tidak pernah melakukan pencabutan surat pengajuan tersebut apalagi melakukan perdamaian dengan pihak lain.
Kemudian haknya Munaroh sudah beralih ke Bubung. Bubung memohonkan kembali pendaftaran administrasi dokumen sehingga Bubung mempunyai peta bidang. Setelah pengajuan surat permohonan peta bidang tanah Munaroh dicabut tanpa sepengetahuan Munaroh.
Sedangkan dalam Surat Jawaban yang kedua yang menyatakan permohonan Munaroh dibatalkan karena adanya perkara dengan nomor perkara 05/Pdt.G/2013/PN. Padahal dalam ketentuan hukum, BPN Jakarta Barat harusnya menolak pendaftaran administrasi dokumen Munaroh apabila terdapat perkaran, numun kenyataannya BPN Jakarta Barat justru menerima pendaftaran tersebut dan mengeluarkan peta bidang tanah kepada Munaroh.
Terlebih dalam surat itu, pihak BPN sama sekali tidak ada menyinggung perkara Munaroh.
"Yang sebenarnya terjadi adalah sudah dibatalkan secara diam-diam dan sudah direkayasa dengan sedemikian rupa sehingga haknya hilang dan beralih ke tempat lain," terang tim kuasa hukum.
Hingga kini kejelasan proses pensertifikatannya dan peta bidang yang didaftarkan di BPN Jakarta Barat tidak jelas keberadaannya. Padahal bukti tanda terima pendaftaran dan bukti tanda terima dokumen oleh BPN Jakarta Barat masih di pegang oleh pemohon sampai saat ini. (JAKARTA TODAY)
LEAVE A REPLY