Caption Gambar:
Jakartatodaynews.com, JAKARTA - Kepala Badan POM, Penny K. Lukito, menggelar konferensi pers untuk membahas mengenai Ivermectin yang akhir-akhir ini marak diberitakan terkait penggunaannya dalam mengobati COVID-19.
Penny menegaskan penggunaan Ivermectin untuk indikasi Covid-19 hanya digunakan dalam kerangka uji klinik.
Hal ini sejalan dengan telah diterbitkannya Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) terhadap Ivermectin yang telah dikeluarkan oleh Badan POM pada 28 Juni 2021.
BACA JUGA: PPKM Darurat, Simak Aturan Perjalanan Dalam Negeri Terbaru
“Saat ini uji klinik tengah dilakukan di 8 Rumah Sakit di Indonesia. Penggunaan Ivermectin di luar skema uji klinik, hanya dapat dilakukan apabila sesuai dengan hasil pemeriksaan dan diagnosa dari dokter. Jika dokter bermaksud memberikan Ivermectin kepada pasien, maka penggunaannya harus sesuai dengan protokol uji klinik yang disetujui,” kata Penny pada 2 Juli 2021.
Penny juga membahas terkait pengawasan Badan POM terhadap kegiatan pembuatan Ivermectin produksi PT Harsen dengan nama dagang Ivermax 12.
BACA JUGA: PPKM Darurat, KY: Hukum dan Peradilan Diperjelas Status Esensial atau Kritikal
Dari hasil pengawasan, Badan POM menemukan bahwa obat tersebut diproduksi dan didistribusikan dengan tidak memperhatikan aspek cara produksi dan cara distribusi obat yang baik.
Beberapa aspek yang tidak memenuhi ketentuan, antara lain:
- Menggunakan bahan baku Ivermectin dengan pemasukan yang tidak melalui jalur resmi
- Mendistribusikan obat Ivermax 12 tidak dalam kemasan siap edar.
- Mendistribusikan obat Ivermax 12 tidak melalui jalur distribusi resmi
- Mencantumkan masa kedaluarsa Ivermax 12 tidak sesuai dengan yang telah disetujui oleh Badan POM yaitu seharusnya 12 bulan setelah tanggal produksi namun dicantumkan 2 tahun setelah tanggal produksi.
- Mengedarkan obat yang belum dilakukan pemastian mutu dari produk.
- Melakukan promosi yang tidak sesuai ketentuan yaitu tidak obyektif, tidak lengkap, dan menyesatkan sebagai contoh iklan obat Ivermectin yang yang mencantumkan indikasi untuk pengobatan COVID-19 dapat menyesatkan masyarakat karena belum ada uji klinis dan persetujuan dari Badan POM untuk indikasi tersebut.
Mengingat pelanggaran yang dilakukan berpotensi untuk membahayakan masyarakat, maka terhadap PT Harsen maupun industri farmasi yang melanggar ketentuan dalam proses produksi maupun distribusinya dapat dikenakan sanksi berupa sanksi administratif sampai dengan sanksi pidana.
“Sanksi yang diberikan saat ini kepada PT. Harsen berupa penghentian sementara kegiatan produksi dan penarikan produk Ivermax 12 dari peredaran,” tegas Kepala Badan POM.
(Jakartatodaynews.com)
LEAVE A REPLY